Budaya Masyarakat Suku Bajo
Suku Bajo telah lama mendiami wilayah pesisir Bajoe di Kabupaten Bone. Berdasarkan tradisi lisan, orang Bajo yang menempati Teluk Bone dianggap memiliki keterkaitan asal usul dengan orang Johor, Malaysia. OrangBajo yang dikenal dengan sebutan manusia perahu. Meskipun hidup di laut dan beradaptasi secara langsung dengan alam, mereka tidak serta merta berkembang menjadi masyarakat yang liar dan tanpa aturan. Merekamemiliki tatanan nilai tersendiri yang menjadi acuan bagi mereka dalam pergaulan sehari-hari. Nilai-nilai tersebut dapat dianggap sebagai modal sosial yang dimiliki oleh orang Bajo. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif dengan menggunakan metode pengamatan (observasi), wawancara mendalam (depth interview), dan dokumentasi tertulis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa modal sosial orang Bajo yang ada di Kabupaten Bone, antara lain: sikap ramah (makacowe), sikap saling percaya (matappa), saling membantudan solidaritas yang tinggi (situloh-tuloh), keterlibatan dalam kelompok dan jaringan (sama), kohesi sosial dan inklusif, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang lancar, tindakan kolektif dan kerjasama, serta pemberdayaan dan aksi politik.
Laut adalah lahan kehidupan bagi masyarakat Suku Bajo di Pulau Sulawesi. Mereka bisa meraih apa saja dari hasil di dalamnya, dan hanya perlu “dibeli” dengan kerja keras yang disertai rasa cinta akan lautan. Oleh warga Bajo, lautan juga sempat dipakai sebagai areal tempat tinggal dengan bermukim di atas perahu atau seanomade. Sejak ratusan tahun silam, mereka juga dikenal sebagai manusia perahu.
Apabila Suku Bugis, Suku Makassar, dan Suku Mandar dikenal sebagai pelaut-pelaut tangguh. Maka Suku Bajo mengambil peran sebagai nelayan yang terampil. Karena warga Bajo dikenal menguasai ilmu perbintangan dan berbagai pengetahuan tentang alam. Namun di balik semua itu, mereka juga dikenal memiliki kemampuan gaib yang menjadi perekat antara Suku Bajo dengan hal-hal di luar jangkauan pikiran manusia. Selain itu, meski memiliki perlengkapan nelayan yang sederhana, mereka juga tidak pernah takut untuk memasuki lautan.
Suku Bajo adalah Sub Etnis Suku Bugis yang berasal dari pesisir Watampone. Sebagaimana Suku Bugis lainnya, warga Bajo mayoritas sebagai nelayan dan sangat ulung mengarungi lautan. Lantaran itu, warga Bajo dapat ditemukan antara lain di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kepulauan Wakatobi, Togean di wilayah Sulawesi Tengah, Wori di Sulawesi Utara, dan Labuan Bajo di Nusatenggara Timur.
Sementara itu, warga Suku Bajo juga merupakan penganut agama Islam yang taat. Namun, mereka juga mengabadikan kekuatan gaib yang diwariskan para leluhurnya. Oleh karena itu, perpaduan keyakinan akan Islam dan budaya benar-benar menjadi warna kehidupan warga Bajo.
Di laut, warga Bajo seanomade ini sepenuhnya menggantungkan hidup dari kekayaan laut dan hanya sesekali singgah di daratan atau sebuah pulau untuk mendapatkan air bersih dan menjual ikan. Namun sejak awal tahun 90-an, warga Bajo seanomade ini telah dimukimkan oleh pemerintah ke daratan.
Setelah lebih dari sepuluh tahun bermukim ke daratan, warga Suku Bajo ternyata masih tetap tidak melepaskan diri dari kehidupan laut. Mereka kerap memancing beragam ikan laut, menangkap gurita batu, dan mengumpulkan terumbu karang. Bahkan, mereka juga sering memburu ikan lumba-lumba dan hiu.